February 08, 2009 | 9:20:00 PM

Rapuh


Kau tak tahu betapa rapuhnya aku
Bagai lapisan tipis air yang beku
Sentuhan lembut kan hancurkan aku

Walaupun cinta tak sempurna
Menghampiri ku seketika
Ku ingin kau tahu betapa rapuhnya aku

……………………………

Dan ku terluka, luka membekas
Bekas membuat, buat selamanya
Selamanya ku, ku kan selalu
Ku kan selalu rapuh

ku kan selalu rapuh….………….

Penggalan lagu yang di populerkan penyanyi pendatang baru Joeniar Arief sempat membuat saya tertegun. Kata demi kata dalam syair lagunya seolah menjadi gambaran keadaan saya sekarang.

Sendiri dirumah dengan kedua putri yang berusia 6,9th dan 3,5 bulan tidaklah semudah yang saya bayangkan sebelumnya. Malam – malam yang dilalui selalu dimulai oleh keraguan, ragu akan kemampuan diri saya sendiri. Akan mampukah saya melalui semuanya dengan mulus. Tanpa harus banyak menuntut pada anak pertama saya yang kadang kala dipaksa untuk dewasa melebihi usianya, melakukan sesuatu sendiri. Sebenarnya besar keinginan saya untuk selau bersamanya, menemani dan mendampinginya. Namun ingin hanya ingin dan asa tertahan oleh terbatasnya kemampuan. Karena dilain pihak masih ada satu baby dalam gendongan yang lebih membutuhkan perhatian saya.

Sore tadi air mata kembali menyapa saya. Dada yang terasa sesak karena tangis yang tertahan malah menjadikan rara ( anak kedua) saya menangis. Berjuta pertanyaan berkecamuk dalam hati. Sebenarnya apa yang kami cari dalam hidup? Sudahkah dalam letak yang benar jalan yang kami pilih kini? Betulkah apa yang kami lakukan ini untuk mengejar masa depan yang lebih baik, atau hanya ambisi semata…?

“Kabar Sepakan” sebuah acara talk show di stasiun tv swasta TV One yang saya tonton malam tadi menampilkan 2 wartawan Tv One yang baru saja dikirim ke Gaza untuk memberikan bantuan selama 33 hari. Fitri adalah seorang istri dari bpk Fitra (maaf saya lupa nama lengkap beliau) salah seorang wartawan tv one tadi. Ketika ditanya tentang bagaimana beliau memberikan izin kepada sang suami untuk pergi menjalankan tugas profesinya ke daerah konflik, beliau mengatakan bahwa ia ikhlas untuk melepas sang suami untuk pergi berjuang. Walau berbagai kemungkinan akan terjadi. Dan ia ditinggalkan bersama kedua putra mereka. Subhanallah…….

Tiba-tiba rasa malu menyergap saya dari segala penjuru hati. Mata saya yang masih sembab karena tangis yang tadi meledak seolah sirna. Bukankah apa yang kamu tidak suka itu bisa jadi baik untukmu….? Mungkin justru dalam sendiri saya bisa lebih banyak belajar dan memahami arti hidup yang sesungguhnya. Belajar menjadi istri shaliha dan ibu yang baik untuk anak2 saya. Bukankah istri yang shaliha harus bisa dan mampu untuk menjaga harta suaminya dikala suaminya itu tidak ada? Jadi tetap dirumah merupakan hal terbaik dibanding meninggalkannya. Apapun konsekwensi yang harus saya hadapi.

Seharusnya saya selalu tegar, lebih tepatnya berusaha untuk selau tegar dalam menjalani garis nasib yang telah tertulis. Berusaha selalu tersenyum diantara segudang kerjaan rumah dan seabrek masalah anak. Karena mereka lebih membutuhkan ibu yang kuat, ibu yang sobar, ibu yang pengertian. Walau dalam kesendirian.

Namun bagaimanapun "I’m not a super women……", jadi masih bolehkan menagis??? Bercanda dengan air mata mungkin akan sedikit membuat saya lega. Karena bagaimanapun dalam kesendirian saya tetap saja merasa……rapuh…….


0 comments